Ternyata, Hutang Zina Ditanggung Keluarga

Zina merupakan salah satu perbuatan terlarang dan seluruh agama menentang. Namun, bagi sebagian kalangan, dosa ini menjadi perbuatan yang menantang. Padahal, perbuatan zina sama dengan berhutang.

Agama Islam secara tegas melarang perbuatan maksiat itu. Pelakunya bahkan dihukum dengan cara dirajam hingga dilempari batu. Namun, mengapa pelaksanaan hukumannya sekejam itu?

Ternyata hutang zina ditanggung oleh keluarga, bahkan keturunannya juga harus membayar hutangnya. Hutang tersebut tidak akan terbayar oleh pria pezina jika istri, ibunya dan saudara perempuannya belum dizinai lelaki lain. Bagaimana selengkapnya?

Zina menjadi kenikmatan dunia sesaat yang menimbulkan murka. Namun faktanya kini, semakin banyak orang yang tidak takut melakukan dosa ini. Tidak hanya dewasa, anak-anak dan remaja kini sudah mulai coba-coba.

Patut diketahui, jika seluruh agama menentang dosa ini. Agama Islam bahkan memberikan sanksi tegas bagi pelaku yang kedapatan melakukan hubungan diluar batas tersebut. Sudah dijelaskan jika zina adalah hutang.

Bukan pezina saja yang menanggung akibat dari perbuatan maksiatnya, bahkan keluarga dan keturunannya harus merasakan akibat dari perbuatannya. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Abu Umamah menceritakan, “Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!”

Para sahabatpun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, “Diam kamu, diam!”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam berkata, “Mendekatlah”. Pemuda tadi mendekati beliau dan duduk di hadapan beliau.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam bertanya, “Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?”
“Tidak, demi Allah wahai Rasul” sahut pemuda itu.
“Begitu pula orang lain tidak rela kalau ibu mereka dizinai”.
“Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?”.
“Tidak, demi Allah wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika putri mereka dizinai”.
“Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?”.
“Tidak, demi Allah wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai”.
“Relakah engkau jika bibimu dizinai?”.
“Tidak, demi Allah wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai”.
“Relakah engkau jika bibi dari ibumu dizinai?”.
“Tidak, demi Allah wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai.”

Baca Juga:  Enam Tanda Kekuasaan Allah kepada para Ashabul Kahfi

Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya.”

Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina”. (HR. Ahmad)
Dalam kitab Kitab Imannul Taqwa halaman 15 dijelaskan, bagaimana Imam Syafi’i menjelaskan tentang hal ini. 

Kisahnya berawal dari pertanyaan seseorang tentang alasan mengapa hukuman bagi para pezina sedemikian berat. 

Wajah Imam Syafi’i seketika memerah. Ia mengatakan, “Karena zina adalah dosa yang bala’ (besar resikonya). Akibatnya akan mengenai keluarganya, tetangganya, keturunanya hingga tikus dirumahnya dan semut di liang sekitar rumahnya.”

Orang itu kembali bertanya, “Mengapa pelaksanaan hukumannya dengan itu ? Sebagaimana Allah SWT berfirman, ” Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama.”

Maka Imam Syafi’i pun terdiam, ia menunduk lalu menangis. Setelah tangisnya berhenti, beliau berkata, “Sebab zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat seseorang menjadi iba. Kemudian setan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”

Lalu orang itu bertanya kembali, ” Dan mengapa Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka (pezina) disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman ? Bukankah hukuman bagi pembunuh, orang murtad dan pencuri, Allah SWT tidak mensyaratkan menjadikannya tontonan?”

Seketika janggut imam Syafi’i basah, ia terguncang. Lalu beliau berkata, “Agar menjadi pelajaran.” Ucapnya sambil terisak.

“Agar menjadi pelajaran.” Beliau tersedu.

“Agar menjadi pelajaran.” Beliau kembali terisak.

Kemudian ia bangkit dari duduknya dan matanya kembali menyala, ia kembali bersemangat dan berkata, “Sebab ketahuilah oleh kalian bahwa sesungguhnya zina adalah hutang. Dan sungguh hutang tetaplah hutang. Salah seorang dalam nasab/keturunan pelakunya pasti harus membayarnya.”

Sangat mengerikan bukan. Kenikmatan sesaat itu selain menambah dosa namun juga membuat keluarga dan keturunan menjadi taruhannya. Ya Allah, selamatkanlah keluarga kami dari siksa api neraka. Jauhkanlah kami dari tindakan yang mendekatkan diri pada perbuatan zina.