Kenapa Umat Islam Mencium Hajar Aswad?

Hajar Aswad merupakan batu berwarna hitam yang letaknya di sudut tenggara Ka’bah tepat ketika akan memulai tawaf. Ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah, jutaan umat Islam berlomba-lomba untuk dapat mencium batu yang berasal dari surga tersebut. Ini lah yang kemudian menjadi fitnah dari umat lain yang menuduh Islam menyembah batu.

Hal ini tentu saja harus diluruskan mengingat tindakan tersebut dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang pastinya mendapat perintah langsung dari Allah SWT. Dan selama ini tindakan Nabi Muhammad yang tidak bisa dipahami oleh akal sehat pada zamannya terbukti secara ilmiah pada zaman kini. Termasuk dengan tindakan mencium Hajar Aswad.

Umat Islam tentu lebih meyakini pengetahuan yang diajarkan Rasulullah SAW yang langsung berasal dari Allah SWT dibanding dengan sains terkini yang menyalahkannya. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Hajar Aswad merupakan batu yang berasal dari surga yang awalnya berwarna putih, namun karena dosa anak cucu Adam batu itu kemudian menghitam. Sementara ilmuan kini menyebut batu tersebut adalah meteorit luar angkasa yang jatuh ke bumi.

Hadist Sahih riwayat Imam Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA, bahwa Rasul SAW bersabda: “Allah akan membangkitkan Al-Hajar (Hajar Aswad) pada hari kiamat. Ia dapat melihat dan dapat berkata. Ia akan menjadi saksi terhadap orang yang pernah memegangnya dengan ikhlas dan benar”. (HR Bathaqie dan Ibnu ‘Abas RA).

Pada hadist riwayat Siti Aisyah RA mengatakan bahwa Rasul pernah bersabda. “Nikmatilah, peganglah Hajar Aswad sebelum diangkat dari bumi. Ia berasal dari surga, dan setiap sesuatu yang keluar surga akan kembali ke surga pada hari kiamat”

Sebuah kejadian ini bisa menjadi titik lanjut penjelasan tentang Hajar Aswad. Adalah seorang astronot wanita yang bernama Sunita Williams memutuskan masuk Islam setelah kembali dari bulan pada 09 Juli 2011 lalu. Pada saat Ia memperhatikan bumi yang terlihat hanyalah kegelapan. Namun ada tempat yang terpancar cahaya yakni Mekkah dan Madinah. Bahkan saat  di bulan tidak ada frekuensi sama sekali dirinya ternyata masih bisa mendengar adzan. Astronot lainnya juga melihat suatu sinar yang teramat terang memancar dari bumi dan bersumber pada Ka’bah. 

Baca Juga:  Kewajiban Mengganti Hutang Puasa Ramadhan

Para Astronot menemukan bukti bahwa hanya planet bumi yang mengeluarkan semacam sinar radiasi yang berfungsi sebagai mikrofon yang sedang siaran dan jaraknya bisa mencapai ribuan mil.  Radiasi berasal dari ka’bah dan seolah-olah memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet Bumi dengan Ka’bah di suatu tempat.

Hal ini sesuai dengan riwayat Nabi Muhammad SAW  yang menyiratkan fakta tersebut. Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Abdullah bin Amr bin As, dahulu Hajar Aswad tidak hanya berwarna putih namun memancarkan sinar yang berkilauan. Namun, Allah SWT memadamkan kilauannya, sehingga manusia bisa melihatnya. Karena itu orang yang paling dekat dengan Hajar Aswad akan mengalami pengaruh energi yang paling besar.

Kabah dan Hajar Aswad yang selalu dikelilingi ketika tawaf akan memancarika gelombang elektromagnetik. Dalam teori fisikan ada istilah dengan kaidah tangan kanan yang berbunyi. Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas”.

Maka energi doa kita akan ‘menumpang’ gelombang elektromagnetik yang keluar dari Ka’bah itu, mirip dengan yang terjadi pada pancaran radio. Kekuatan doa kita menjadi berlipat-lipat kali, karena terbantu oleh power yang yang demikian besar dari Ka’bah menuju kepada Arsy Allah.

Di sebuah muzium di Britain terdapat tiga buah potongan batu Hajar Aswad. Setelah diteliti diketahui bahwa Hajar Aswad adalah batu tertua di dunia dan bukan berasal dari sistem suria kita.

Umat Islam bukanlah menyembah batu seperti yang difitnahkan selama ini. Hal ini adalah tindakan Nabi yang pastinya datang dari perintah Allah SWT. Bahkan Umar bin Al-Khattab kita kenal dengan ungkapannya yang abadi:

“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak membahayakan, dan tidak pula dapat memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullaah s.a.w. menciummu, maka sekali-kali aku tidak akan menciummu.” (H.R. Bukhari).