Ngeri, Pria Ini Dapat Warisan Dosa Hingga Kiamat

Diantara kita pasti sering mendengar jika ada pahala yang tetap mengalir meski sudah meninggal. Ternyata tidak hanya pahala, dosa  pun ada yang demikian. Meski sudah meninggal, tak lantas urusan dengan dunia berakhir bergitu saja.

Perbuatan dosa yang pernah dilakukannya, menjadi warisan yang semakin memberatkan kehidupan alam barzah. Padahal, saat sudah meninggal, ruh manusia sangat membutuhkan penerangan dari pahala-pahala yang pernah dilakukan. Seperti yang dialami oleh pria berikut ini.

Sepanjang kematiannya, dosa-dosa akan terus mengalir dan tidak pernah berhenti hingga kiamat. Terlebih, jika ada manusia lain yang melakukan dosa seperti dirinya. Siapakah dia? Apa yang membuatnya mendapat warisan dosa sedemikian berat? Berikut ulasannya.

Pria ini sebenarnya sangat familiar, Ia merupakan pelopor untuk dosa membunuh sesama manusia. Adalah Qabil, salah satu putra dari Nabi Adam AS. Dosanya membunuh saudaranya habil akan terus mengalir hingga hari kiamat, bahkan akan terus bertambah jika ada manusia lainnya yang melakukan hal yang sama.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Barang siapa yang memulai perkara baik (yang disyariatkan) maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat. Dan barang siapa yang memulai perkara jelek maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat.” (HR. Muslim)

Kisah ini bermula setelah Allah SWT menurunkan Nabi Adam AS dan Siti Hawa ke bumi. Setelah bertahun-tahun terpisah, keduanya akhirnya dipersatukan kembali dan membangun keluarga. Tidaklah Hawa melahirkan kecuali selalu kembar laki-laki dan perempuan.

Dari riwayat Ibnu Ihasq diceritakan bahwa Hawa melahirkan 40 anak dengan 20 kali mengandung. Wallahu a’lam. Setelah anaknya dewasa, Allah SWT memerintahkan Nabi Adam untuk menikahkan salah satu dari pasangan kembar dengan salah satu dari pasangan kembar lainnya.

Sampailah pada pasangan kembar antara Qabil kembarannya Iqlimiya yang berwajah ayu, dengan Habil dan kembarannya Layudha berparas kurang menarik. Sehingga seharusnya Qabil dinikahkan dengan Layudha dan Habil dinikahkan dengan Iqlimiya.

Namun melihat calon istrinya Layudha yang kurang menarik Qabil protes dengan sang Ayah. Ia ingin dinikahkan dengan kembarannya sendiri, si Iqlimiya yang berparas lebih cantik dibanding Layudha.

Kemudian Allah SWT memberikan petunjuk dengan memerintahkan keduanya untuk berqurban. Siapa qurbannya yang diterima maka dialah yang berhak menikah dengan Iqlimiya.

Baca Juga:  Ketahui Hukum Wanita yang Berdandan Menor

Keduanya kemudian setuju. Qabil yang merupakan seorang petani akan mengurbankan hasil pertaniannya, sedangkan Habil peternak akan mengurbankan dombanya.

Karena merasa sombong dan yakin kurbannya akan diterima, Qabil pun tidak mempersiapkan kurbannya dengan matang. Ia asal saja memberikan persembahan tersebut kepada Tuhan, yakni dengan memilih gandum yang jelek dari tanamannya. Dia tidak peduli apakah kurbannya diterima atau tidak, karena rasa sombong dan dengki sudah menguasainya.

Namun tidak demikian dengan Habil. Setiap hari Ia memberi makan domba dengan makanan yang terbaik. Sehingga hasilnya, dombanya tumbuh dengan gemuk dan sehat.

Setelah kurban keduanya dipersembahkan, Allah Ta’ala menurunkan api berwarna putih dan dengan izin Allah api itu membawa kurban Habil (sebagai tanda bahwa kurbannya diterima) dan meninggalkan kurban Qabil.

Al-Qurthubi menukil dari Sa’id bin Jubair rahimahullah dan lainnya bahwa kambing itu diangkat ke surga dan hidup di sana hingga diturunkan lagi ke bumi untu dijadikan tebusan bagi Nabi Ismail ‘alaihissalam ketika hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Wallahu a’lam

Mengalami kenyataan jika kurbannya tidak diterima, akhirnya Qabil sangat marah. Kemarahannya bahkan membuatnya mengancam Habil hingga akan dibunuh. Allah Ta’ala berfirman menceritakannya dalam Surat Al-Maidah ayat 27

“Ceirtakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lainnya. Maka berkata yang tidak diterima kurbannya, ‘Sungguh aku akan membunuhmu.’ Dan berkata yang diteirma kurbannya, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang bertakwa.’

Namun bukannya melawan, Habil justru  menyerahkan dirinya dan tidak ada keinginan melawan. Hal ini dilakukan dia karena khawatir jika melawan akan punya keinginan seperti Qabil yakni membunuh lawannya.

“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku aku membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Robb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demkian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Maidah: 28-29).

Diriwayatkan dalam beberapa kitab tafsir, Habil dibunuh saat tengah tidur lelap tiba-tiba Qabil melempar batu hingga pecah kepalanya. Adapula  riwayat lain menyatakan bahwa Habil dicekik dan digigit sebagaimama binatang buas ketika menyantap mangsanya, wallahu a’lam.

Baca Juga:  Kalimat Dzikir Ini Melebihi Berat Tujuh Lapis Langit dan Bumi

Ternyata kematian Habil tidak membawa rasa takut untuk Qabil. Tanpa belas kasihan Ia berniat untuk meninggalkannya. Mengingat ini adalah kematian pertama di muka bumi, Qabil pun tidak tahu harus berbuat apa. Dalam keadaan yang tersebut, Allah Ta’ala mendatangkan dua burung gagak yang sedang bertarung, salah satunya mati. Maka yang hidup mengais-ngais tanah dengan paruhnya membuat lubang untuk menanam burung gagak yang mati. Qabil mengambil pelajaran dari peristiwa itu tentang cara mengubur jenazah saudaranya.

Karena perbuatannya ini Qabil harus menanggung dosa  yang terus mengalir selama masa bumi. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Tidaklah dibunuh suatu jiwa dengan zalim melainkan dosa pembunuhan itu akan ditanggungpula oleh anak Adam yang pertama (Qabil) karena dialah yang pertama memberi contoh pembunuhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)