Inilah Perayaan 17 Agustus 2015 yang Berakhir Duka

Keceriaan 17 Agustus memang selalu terjadi satu tahun sekali untuk memperingati kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan berbagai cara,a rakyat berlomba-lomba menunjukan nasionalisme dan  mengenang perjuangan pahlawan dalam memperoleh kemerdekaan. Sayang beberapa perayaan berikut ini harus berakhir dengan duka. Niat awal untuk merayakan hari kemerdekaan, justru berakhir dengan kericuhan hingga kematian.

Peristiwa pertama dialami Jayadi Nusi (31), seorang guru honorer di SDN 48 Parepare yang meninggal saat mendaki Gunung Nepo, Sulawesi Selatan. Tepatnya pada 15 Agustus 2015, Jayadi bersama tiga rekannya berencana mengibarkan bendera merah putih di puncak gunung tersebut. Naas, saat masih perjalanan korban mendadak sesak nafas dan merasa pusing hingga akhirnya pingsan.  Jayadi akhirnya meninggal saat masih dalam perjalanan pulang.

Jenazah korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Andi Makkasau, lalu kemudian dijemput oleh pihak keluarga. Duka mendalam yang dirasakan keluarga korban di rumah duka. Jenazah Jayadi kemudian dimakamkan di Pekuburan Hikma, Kota Parepare pada 16 Agustus 2015.

Sebelum mendaki, Jayadi membuat status BBM yang menuliskan bahwa Ia akan menaklukkan Nepo dan akan mengibarkan Merah Putih di atas Puncaknya.  Sayang, semangatnya untuk memupuk nasionalisme ini pupus karena ajal menjemput sebelum merah putih sempat dikibarkan. 

Sementara itu Gunung Nepo memang selalu ramai jelang hari kemerdekaan. Para pendaki biasanya ingin menakhlukan gunung tersebut untuk menancapkan sang saka merah putih di puncaknya. Gunung ini sendiri terletak di perbatasan tiga daerah di Sulawesi Selatan, yakni Kota Parepare, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Barru.

Peristiwa kematian karena merayakan kemerdekaan juga dialami oleh seorang siswa SD di Provinsi  Lampung. Rianto (9) meninggal setelah tertimpa tiang gawang saat sekolahnya menggelar perlombaan sepak bola tiyuh (kampung), pada Kamis 13 Agustus 2015 siang. Perlombaan ini merupakan serangkaian dari kegiatan menjelang peringatan HUT ke-70 Kemerdekaan RI yang digelar pihak sekolah.

Peristiwa ini terjadi ketika korban bersama rekannya sedang bermain di sekitar gawang.  Ternyata korban berayun-ayun di jaring gawang yang terbuat dari pipa besi tersebut dan tiba-tiba tiang gawang ambruk menimpa korban. Kejadian ini begitu cepat dan terlihat korban sudah tergeletak tertimpa tiang gawang. Sementara itu, pihak keluarga menyatakan bahwa meninggalnya korban merupakan musibah, dan tidak ada unsur kesengajaan dari pihak sekolah.

Baca Juga:  Misteri Shirathal Mustaqim, Jembatan Setipis Rambut Dibelah Tujuh

Kisah ketiga datang dari perayaan Karnaval pembangunan dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 70 di Wamena, Papua yang diwarnai bentrokan antar pelajar. Bentrokan ini terjadi antara dua Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri 1 Wamena dan SMA Yapis. Akibatnya, sejumlah siswa terluka karena terkena panah, terkena tikaman senjata tajam maupun lemparan batu.

Bentrokan berawal ketika salah seorang siswa SMA Negeri 1 Wamena, mengambil gambar peserta karnaval di halaman Gedung Serbaguna Yapis, Senin (10/8/2015) sekitar pukul 10.40 WIT. Tiba-tiba dia dipukul seorang siswa SMA Yapis. Wawan lantas  memberitahukan peristiwa itu kepada teman-temannya. Mereka kemudian mendatangi SMA Yapis dan terjadilah tawuran. Peserta karnaval pun lari berhamburan karena bentrokan ini. Sebanyak tujuh orang dilarikan ke  RS Wamena akibat luka. Dua kena panah, satu orang kena pisau, dan empat orang luka kena lemparan.