Beginilah Nasib Para Pengidap Sakit Jiwa Setelah Kiamat

Kiamat menjadi peristiwa awal kehidupan manusia menuju akhirat yang kekal. Amal baik dan buruk akan dihitung sebagai penentu dimana mereka ditempatkan. Apakah di surga dengan berbagai kenikmatan, atau justru di neraka yang begitu banyak siksaan.

Semua bergantung pada apa peran yang dipilih manusia, karena dengan akal dan pikiran yang sudah diberikan, manusia bisa menjadi baik atau buruk sesuai pilihan. Lantas bagaimana dengan mereka yang menderita gangguan kejiwaan?

Dimana kah para penderita sakit jiwa ini setelah kiamat ditempatkan? Bukankah akal dan pikiran mereka mengalami gangguan sehingga tidak bisa membedakan mana perintah dan larangan. Ternyata Agama Islam sudah memberikan jawaban atas permasalahan ini. Seperti apa? Berikut ulasannya.

Sakit jiwa adalah gangguan mental yang berdampak kepada mood, pola pikir, hingga tingkah laku secara umum. Seseorang disebut mengalami sakit jiwa jika gejala yang dialaminya menyebabkan sering stres dan menjadikannya tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara normal sehingga bertingkah laku aneh. Hidup mereka pada umumnya sembarangan dan sering menjadi permasalahan sosial di masyarkat.

Agama Islam memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini. Bahkan hingga nasib mereka saat kiamat terjadi. Ternyata, para pengidap sakit jiwa masuk dalam kelompok yang tidak terbebani syariat dan amalnya tidak akan dihisab kelak di hari akhir. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:

“Catatan amal diangkat dari tiga jenis orang : orang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh dan orang gila sampai dia sembuh dari gilanya. (HR. Ahmad).

Jadi bisa dipahami bahwa di akhirat nanti amal perbuatan para penderita gangguan jiwa ini tidak dipersidangkan saat di yaumul hisab.  Namun ini berlaku untuk orang yang menderita gangguang jiwa sejak kecil hingga akhirnya dia meninggal.

Baca Juga:  Empat Keutamaan di Balik Shalat Sunnah Rawatib

Anak yang terlahir dalam keadaan cacat akal, hukumnya seperti orang gila, dia tidak dibebani syariat. Oleh karenanya, amal perbuatannya tidak akan disidang (di-hisab) di hari kiamat nanti. Bila ia berasal dari kedua orangtua yang muslim atau salah satunya muslim, maka status dia mengikuti orangtuanya yang beragama islam. Maksudnya anak ini menjadi muslim sehingga dia dimasukkan surga. (Majmu’ Fatawa Wa Rasa-il Ibni ‘Utsaimin 2/18).

Namun ada pengecualian bagi penderita gangguan jiwa musiman atau mengalami sakit jiwa  setelah usia baligh, maka amal perbuatannya yang akan dipersidangkan (di-hisab) di hari kiamat nanti, adalah amal yang dia lakukan selama masih sehat.

Apakah dia ke surga atau neraka? Allahua’lam, tergantung pada amal perbuatannya semasa tidak gila.